Aksara Jawa, scriptio continua, dan delusi lain
Tuesday, 4 Jul 2023Saya ingin menggunakan aksara Jawa di komputer, tetapi ada beberapa masalah.
Sebelumnya, saya sedikit sedih karena bahasa Indon tidak memiliki aksara sendiri. Memang praktis kalau kita menggunakan alfabet Amerika, terlebih lagi ketika berurusan dengan komputer. Akan tetapi, itu kurang keren. Bagaimana dengan abjad Jawi yang (kadang) digunakan di bahasa Melayu? Lagipula, bahasa Indon itu lahir dari bahasa Melayu, kan? Yah, saya tidak terlalu suka sistem penulisan dari kanan ke kiri (RTL), jadi… tidak.
Sistem penulisan lain yang saya cukup kenali adalah aksara Jawa. Oleh karena itu, mari men-Jawa dan melihat hal apa yang saya permasalahkan. Ingat, tulisan ini bukan berisi penjelasan dan aturan aksara Jawa, melainkan penguraian singkat tentang masalah pribadi saya. Saya anggap teman-teman sedikit paham aturan dasar aksara Jawa.
Sebenarnya, masalah ini sudah pernah saya tulis di satu postingan Fediverse (sini).
Layar Komputer
Hal pertama: aksara Jawa jelek sekali kalau ditulis di layar komputer. Mungkin karena hakikat komputer modern adalah pengodean karakter (character encoding) yang condong ke alfabet Amerika, entah karena Amerika Serikat menang Perang Dingin atau dari sananya memang alfabet Siril itu inferior.
Di terminal (dan saya menulis blog ini di terminal), aksara Jawa terlihat seperti kekacauan murni. Baiklah, mungkin penggunaan terimal kurang relevan dikarenakan hal yang sudah disinggung di paragraf sebelumnya. Karena saya hanya ingin merasa sedikit lebih keren, saya menggunakan aksara Jawa di media sosial. Di browser, aksara Jawa tampak lebih baik daripada di terminal, meski sedikit tidak terbaca kecuali kalau saya zoom in cukup besar.
Scriptio continua
Aksara Jawa ditulis secara berkesinambungan, atau scriptio continua. Jadi, tidak ada spasi dan minim tanda baca. Memang banyak sistem penulisan lain yang melakukan hal sama, tetapi ayolah, ini adalah aksara Jawa di abad ke-21.
Untuk menjauhi scriptio continua, mari menggunakan pangkon ꧇꧀꧇ di tengah kalimat dan menggunakan spasi sebagai pemisah kata. Penggunaan pasangan di tengah kata oke lah. Tetapi, matikan kata dengan pangkon!
ꦆꦱꦸꦏ꧀ꧏ ꦠꦸꦏꦸ ꦭꦼꦔ ꦩꦺꦤꦺꦏ꧀ ꦥꦒꦼꦂ꧉
Aksara Swara
Secara tradisional, aksara Jawa menggunakan ꦲ untuk merepresentasikan /ha/, /hɔ/, /a/, dan /ɔ/. Jadi, jika saya ingin menulis “istriku anime”, bisa secara ambigu tertulis “histriku hanime”. Setau saya, aksara swara kadang digunakan untuk menulis suku kata yang murni vokal di kata-kata asing atau serapan. Akan tetapi, itu tidak selalu terjadi. Kata-kata umum bahasa Jawa lebih sering menggunakan ꦲ.
Mari menggunakan aksara swara untuk mengurangi ambiguitas.
ꦄꦏꦸ ꦤꦤ꧀ꦠꦤ꧀ ꦄꦤꦶꦩꦺ ꦱꦧꦼꦤ꧀ ꦢꦶꦤ꧉
ꦆꦱ꧀ꦠꦿꦶꦏꦸ ꦄꦤꦶꦩꦺ꧉
ꦱ꧀ꦏꦿꦶꦥ꧀ꦠꦶꦎ ꦏꦺꦴꦤ꧀ꦠꦶꦤꦸꦄ ꦩꦫꦆ ꦩꦸꦩꦼꦠ꧀꧉
Meski demikian, perlu diakui kalau saya sedikit terbiasa menggunakan ꦲ. Jadi, penggunaan aksara swara bersifat untuk memberi penegasan saja dan bukan penggantian total.
Yah, sebenarnya hanya ada dua hal utama yang saya permasalahkan xD (tentang pengodean karakter, saya hanya bisa pasrah)
Mungkin permasalahan scriptio continua lah yang sedikit aneh dan tidak tradisional. Namun, ayolah, sistem penulisan ada untuk digunakan dan bukan untuk disembah. Penggunaan pangkon dan spasi di tengah kalimat membuat aksara Jawa semakin mudah ditulis dan dibaca. Menurut saya apa yang akan terjadi jika sebuah aksara semakin mudah ditulis dan dibaca? Aksara itu tidak cepat mati (hal ini disukai orang Indon, kan?).